Permukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota-kota besar di Indonesia, bahkan kota-kota besar di berbagai negara lainnya. Dalam kurun 5 tahun terakhir, kawasan permukiman kumuh di Indonesia meluas hingga lebih dari dua kali lipat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan khususnya di Pulau Jawa. Berkaitan dengan fakta tersebut, bagaimana pandemi COVID-19 mengancam permukiman kumuh hari-hari ini?

Kawasan kumuh diketahui menjadi inkubator penyakit karena ditempati oleh penduduk dengan kepadatan tinggi. Dicirikan oleh hak properti yang tidak aman, kualitas rumah yang buruk, serta infrastruktur dasar dan sanitasi yang terbatas, permukiman kumuh memiliki berbagai faktor resiko yang dapat mengakselerasi persebaran infeksi. Kini, adanya pandemi COVID-19 yang tersebar melalui nafas, bicara, batuk, dan bersin (WHO, 2020) tentulah menjadi suatu tantangan tersendiri bagi permukiman kumuh yang cenderung memiliki ruang gerak sempit.

Di berbagai belahan dunia, permukiman kumuh menjadi objek ancaman persebaran COVID-19. Di Brazil misalnya yang menjadi pusat global COVID-19, banyak penghuni favela (permukiman kumuh) mengalami kesulitan dalam mengakses air bersih dan tidak mampu membeli sabun yang sangat diperlukan guna memerangi persebaran pandemi COVID-19. Sementara itu di Lagos, kota terbesar di Nigeria, banyak pekerja informal di kawasan kumuh yang kehilangan penghasilan. Oleh karenanya, anjuran pemerintah untuk tinggal di rumah sulit dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh, karena tuntutan untuk mencari uang agar bertahan hidup jauh lebih besar.

Di Indonesia, anjuran physical distancing guna mencegah persebaran pandemi COVID-19 khususnya di kawasan kumuh juga sulit untuk dilakukan. Hal ini dapat dilihat salah satunya di permukiman padat Kelurahan Tanjung Duren Utara, Petamburan, Jakarta Barat di mana imbauan physical distancing nampaknya tidak berlaku. Dilansir dari CNN Indonesia, di kawasan permukiman kumuh tersebut faktanya masih ada satu rumah yang harus dihuni oleh lebih dari 1 kepala keluarga. Di samping itu, satu WC umum harus digilir untuk banyak penghuni rumah. Kondisi ekonomi yang kian memburuk juga mau tak mau mendorong masyarakat di area tersebut untuk tetap keluar rumah dan mencari penghidupan. Ketua RT di Kelurahan Tanjung Duren Utara mengaku tak enak hati melarang warganya keluar rumah.

Upaya pencegahan persebaran pandemi COVID-19 sesungguhnya membutuhkan langkah pendekatan partisipatif dengan mempertimbangkan berbagai aspek secara holistik mulai dari sosial, budaya, kesehatan, hingga ekonomi. Anjuran stay at home tentu sulit dilakukan bagi masyarakat di kawasan permukiman kumuh yang masih mencari pendapatan dari hari ke hari untuk sekedar memenuhi kebutuhan makan. Maka dari itu, tindakan sosial apapun yang dilakukan guna menanggulangi dampak pandemi COVID-19 membutuhkan dukungan ekonomi yang memadai khususnya di ruang paling rentan seperti permukiman kumuh. Dalam hal ini para ekonom pembangunan merekomendasikan adanya Bantuan Tunai Langsung khususnya bagi masyarakat miskin sebagaimana langkah tersebut dilakukan oleh negara-negara maju. Di samping itu, bantuan bagi masyarakat miskin agar bisa mengakses air, makanan, dan sanitasi juga harus diprioritaskan sebab ketiga hal tersebut merupakan kebutuhan dasar paling esensial dalam menghadapi pandemic COVID-19  saat ini. Jika ditinjau kembali, anjuran stay at home merupakan suatu kemewahan yang tidak bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Maka dari itu, kerjasama antara seluruh pihak baik pemerintah, swasta, organisasi, hingga masyarakat juga sangat diperlukan sebagai modal sosial untuk menciptakan komunitas yang tangguh terhadap pandemi COVID-19 terutama di permukiman kumuh yang rentan. Mari bahu membahu melawan pandemi COVID-19 ini bersama! (NRT-MG)

 

Referensi:

Corona yang Kehilangan Seram di Permukiman Kumuh Jakarta”. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200422150530-20-496130/corona-yang-kehilangan-seram-di-permukiman-kumuh-jakarta. Diakses pada 18 Mei 2020.

Muggah, Robert. ”Megacity slums are incubators of disease – but coronavirus response isn’t helping the billion people who live in them”. https://theconversation.com/megacity-slums-are-incubators-of-disease-but-coronavirus-response-isnt-helping-the-billion-people-who-live-in-them-138092. Diakses pada 18 Mei 2020.

Wasdani, K. P., & Prasad, A. 2020. The Impossibility of Social Distancing Among The Urban Poor: The Case of an Indian Slum in The Times of COVID-19. Local Environment, 1-5.