Kebutuhan akan hunian di Indonesia setiap tahunnya meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk.  Berdasarkan data proyeksi penduduk pada tahun 2023, tercatat bahwa jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,1%, yaitu mencapai 278,8 juta jiwa (BPS, 2020). Kenaikan jumlah penduduk ini berpengaruh terhadap angka kebutuhan hunian di Indonesia. Pada tahun 2023, kebutuhan hunian mencapai 12,71 juta (KFMAP, 2023). Tingginya angka kebutuhan hunian ini menjadi sebuah tantangan yaitu terbatasnya lahan dan kawasan yang siap bangun (Lisiba dan Kasiba).

Dalam RPJMN Tahun 2020-2024 disebutkan bahwa pemerintah mendorong upaya peremajaan kota secara inklusif melalui konsolidasi tanah dalam rangka mewujudkan kota yang inklusif dan layak huni. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan hunian vertikal (vertical housing) seperti rusun, apartemen atau kondominium. Rumah susun (rusun) merupakan bagian gedung bertingkat (vertikal/horizontal) yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam beberapa bagian unit yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah sebagai hunian dengan dilengkapi bagian, benda dan tanah bersama (Permen PUPR No. 05/PRT/M/2007).

Pembangunan hunian vertikal di Indonesia mulai digiatkan kembali pada tahun 2019 dengan target 1 juta unit pada tahun 2024 yang diperuntukkan sebagai rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan rumah susun sederhana milik (rusunami). Namun, terdapat tantangan dalam pelaksanaannya yaitu sulitnya mengubah budaya bermukim masyarakat Indonesia yang semula tinggal di rumah tapak (landed housing) menjadi tinggal di hunian vertikal (vertical housing). Pandangan masyarakat akan hunian vertikal masih kurang baik. Hunian vertikal dianggap sebagai hunian dengan ruang dan ketersediaan yang terbatas serta harganya yang tidak terjangkau. Selain itu, hunian vertikal dianggap sebagai lingkungan tidak ramah anak karena minimnya fasilitas dan ruang publik untuk anak yang memadai dan lingkungan yang minim interaksi antar penghuni (individualis) sehingga masyarakat khawatir akan kehilangan kebiasaan mereka saat tinggal rumah tapak (landed housing), seperti kebiasaan bertetangga, gotong royong dan kegiatan sosial lainnya.

Lalu, untuk segi keamanan masyarakat khawatir dengan tingkat keamanan bangunan dari bencana alam dan kebakaran serta beredarnya isu kriminalitas yang tinggi pada hunian vertikal. Tantangan lainnya adalah kekhawatiran masyarakat akan timbulnya konflik sosial baik di dalam lingkungan hunian vertikal maupun dengan lingkungan sekitar, karena terdapat keberagaman demografi dan kebudayaan. Tantangan lainnya adalah terkait tingginya konsumsi listrik dan air serta keterbatasan aksesibilitas dan hunian vertikal saat ini hanya memiliki satu akses masuk, tidak ada fasilitas untuk aktivitas ekonomi mikro pendukung (Kementerian PUPR dalam Property Expo, 2018).

Untuk mengatasi tantangan tersebut maka diperlukan kelembagaan yang berkomitmen dan didukung oleh pemerintah untuk membangun, mengelola dan mengembangkan hunian vertikal yang dilengkapi dengan PSU yang nyaman dan lifeable. Selain itu, diperlukan program atau kegiatan yang melibatkan dan memberdayakan masyarakat sehingga interaksi sosial tetap terjalin serta terciptanya kerukunan bertetangga pada hunian vertikal.

Selain itu, harapannya dengan menerapkan budaya bermukim pada hunian vertikal dapat membiasakan masyarakat dengan budaya bermukim yang baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal pada hunian vertikal dapat dilakukan dengan mengembangkan potensi yang dimiliki masyarakat dan menjalin kerja sama melalui CSR atau kredit usaha sehingga dapat menciptakan peluang pekerjaan atau usaha, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan perekonomian. (DDKA/VM)

 

 

Referensi :

Kompasiana, 2015. Kampung Vertikal, Konsep “Masa Depan” Permukiman di Indonesia. Diakses dari https://www.kompasiana.com/alifianorezkaadi/54f8c411a33311553b8b4605/kampung-vertikal-konsep-masa-depan-permukiman-di-indonesia pada 20 Desember 2023.

Natalisa, A., Ina Indah A. dan Iskandar. 2021. Kajian Ruang Pada Hunian Vertikal Untuk MBR Dengan Pendekatan Kehidupan Sosial dan Protokol Kesehatan di Jakarta. Karya Ilmiah Universitas Jayabaya.

Tania, Coreen K., dan Fermanto L. 2022. Perancangan Hunian Vertikal Sebagai Tempat Tinggal, Berekreasi, dan Berinspirasi. Jurnal STUP. Vol. 4 (1) : Hal. 257- 270.

https://dataindonesia.id/varia/detail/data-jumlah-penduduk-indonesia-20132023

https://kfmap.asia/blog/bagaimana-kondisi-properti-indonesia-tahun-2023-sejauh-ini/2441

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi.