Penilaian kualitas udara dunia oleh IQAir, pada tahun 2022 didapatkan bahwa Indonesia menempati urutan pertama di Asia Tenggara sebagai negara dengan tingkat polusi tertinggi dengan 34,3 mikrogram per m3 partikel polusi. Dengan kualitas polusi yang tinggi ini harusnya Indonesia memiliki banyak Ruang Terbuka Hijau (RTH), sehingga bisa membantu meningkatkan kualitas udara di perkotaan. Namun, masih banyak kota di Indonesia yang minim Ruang Terbuka Hijau (RTH). Di DKI Jakarta saja, Ruang Terbuka Hijau (RTH) baru mencapai 5,18 persen saja (Dany, 2023). Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada wilayah kota paling sedikit adalah 30 persen dari luas keseluruhan kota.

 

Tapi apa sih Ruang Terbuka Hijau itu?

Menurut Dwiyanto (2009) Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang terbuka pada suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan juga vegetasi untuk mendukung manfaat sosial budaya, ekologis dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam perencanaan kota, yang termasuk ke dalam Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik adalah taman kota, hutan kota, sabuk hijau (green belt), RTH di sekitar sungai, pemakaman, dan rel kereta api.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) berfungsi untuk menjaga kelestarian alam, sebagai pengatur sirkulasi udara, pengatur iklim mikro, produsen oksigen, penyerap air hujan, dan tentunya mampu menyerap polutan yang ada di perkotaan. Selain dari manfaat-manfaat utama tersebut, Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga memiliki manfaat lainnya yaitu menambah estetika pada wilayah perkotaan, tempat untuk masyarakat berlibur untuk melepas penat setelah bekerja di bawah polusi perkotaan, dan juga bisa dijadikan sebagai tempat penelitian ataupun pelatihan guna untuk mempelajari alam dan ekosistem. Dengan berbagai manfaat tersebut, tentu Pemerintah perlu untuk menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di wilayah perkotaan yang masih jauh dari standar.

Minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di wilayah perkotaan ini disebabkan oleh berbagai hal. Menurut Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Hidayat, penyebab sempitnya luas RTH di perkotaan adalah keterbatasan lahan dan dana yang dimiliki oleh pemerintah untuk menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) (Rahadian, 2019). Selain itu, penyebab lainnya adalah proses pembelian lahan untuk dijadikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidaklah mudah.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang sudah minim ini tentunya membutuhkan pemikiran tersendiri. Pemerintah perlu untuk bertindak agar Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan tidak menjadi semakin minim atau berkurang. Perlu ketegasan dalam mengatur proses pembangunan di wilayah perkotaan sehingga masyarakat bisa membangun sesuai dengan aturan yang ada. Dengan demikian, akan mampu mengurangi bangunan-bangunan semrawut di perkotaan. Selain itu juga pemerintah perlu untuk menertibkan bangunan-bangunan ilegal untuk bisa dialihfungsikan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan juga membuat program hunian vertikal untuk mengurangi penggunaan lahan untuk menjadi hunian pada wilayah perkotaan.

Selain peran dari pemerintah, masyarakat juga tentunya perlu untuk berperan dan meningkatkan kesadaran diri tentang pentingnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) ini. Kita perlu sadar untuk mengikuti aturan pembangunan yang ada ketika kita akan membangun sebuah bangunan, sehingga tetap menyisakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di atas lahan yang akan kita bangun.

Ayo kita sama-sama berperan untuk mengurangi polusi yang ada, sehingga kita bisa menghirup udara segar setiap harinya dan membantu memperbaiki iklim bumi sehingga bisa mencegah dan mengurangi pemanasan global yang semakin memburuk setiap harinya.

Save the Earth to Save Us.

(FR/UW)

 

 

Referensi

Dany, F. W. (2023, Maret 1). Taktik Mencapai 30 Persen Ruang Terbuka Hijau di Jakarta. Diambil kembali dari Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/metro/2023/02/28/untitled

Dwiyanto, A. (2009). Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau di Permukiman Perkotaan. Teknik, 88-93.

IQAir. (2022). iqair. Diambil kembali dari iqair..com: https://www.iqair.com/world-most-polluted-countries

Pranita, E. (2022, april 07). KOMPAS.com. Diambil kembali dari kompas.com: https://www.kompas.com/sains/read/2022/04/07/123100123/polusi-udara-di-indonesia-peringkat-1-di-asia-tenggara-dan-peringkat-17?page=all#page3

Rahadian, L. (2019, mei 7). KABAR24. Diambil kembali dari kabar24.bisnis.com: https://kabar24.bisnis.com/read/20190507/79/919413/ruang-terbuka-hijau-yang-masih-terpinggirkan-di-indonesia

Rahadian, L. (2019, Mei 7). Ruang Terbuka Hijau yang Masih Terpinggirkan di Indonesia. Diambil kembali dari Kabar 24 Bisnis.com: https://kabar24.bisnis.com/read/20190507/79/919413/ruang-terbuka-hijau-yang-masih-terpinggirkan-di-indonesia

Riadi, M. (2021, Maret 11). KAJIANPUSTAKA. Diambil kembali dari kajianpustaka.com: https://www.kajianpustaka.com/2021/03/ruang-terbuka-hijau-rth.html