Untuk mendukung pelaksanaan program-program pembiayaan perumahan, mengenali masing-masing karakter pelaku pembiayaan sangat diperlukan untuk mengurangi risiko ketidaksesuaian desain program.  Hal tersebut dikarenakan masing-masing pelaku pembiayaan perumahan memiliki karakteristik dan risiko yang berbeda-beda. Dalam hal ini, pelaku pembiayaan perumahan didefinisikan sebagai pihak yang mengalirkan dana maupun pihak pemilik dana (investor) yang terlibat dalam sistem pembiayaan perumahan.

Pelaku pembiayaan perumahan secara umum dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.

  • Lembaga jasa keuangan, yaitu badan usaha atau institusi di bidang jasa keuangan yang bergerak dengan cara menghimpun dana dari masyarakat dan/atau menyalurkannya untuk pendanaan serta mendapatkan keuntungan dalam bentuk bunga atau persentase. Lembaga ini terdiri atas:
    • Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, yang terdiri atas bank umum dan bank perkreditan rakyat. Berdasarkan pola pembiayaannya, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat, dibagi menjadi dua jenis: pola konvensional dan pola syariah.
    • Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, yang secara spesifik dalam hal pembiayaan perumahan terdiri atas perusahaan efek, wakil perusahaan efek, pengelolaan investasi, emiten dan perusahaan publik, serta lembaga profesi penunjang.
    • Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
  • Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yaitu jasa lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha, pemberdayaan masyarakat, pengelolaan simpanan, dan pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha. Tujuan LKM adalah untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat, membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat, serta membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat miskin/berpenghasilan rendah. Berdasarkan bentuk badan hukumnya, LKM terdiri dari koperasi dan perseroan terbatas/PT (sahamnya paling sedikit 60% dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau badan usaha milik desa/kelurahan dan sisa kepemilikan saham PT dapat dimiliki oleh WNI dan/atau koperasi dengan kepemilikan WNI paling banyak sebesar 20%).