Setiap level pemerintahan tentunya memiliki perannya masing-masing dalam pembangunan perumahan. Berdasarkan hasil analisis, peran utama pemerintah dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu (1) peran perencana, (2) peran pendidik, (3) peran peremaja kawasan, (4) peran koordinasi, serta (5) peran pembiayaan.
Gambar. Lima Peran Pemerintah
(Sumber: Analisis, 2020)
Peran Perencana
Perencana pembangunan perumahan menjadi salah satu peran yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan kebijakan perumahan. Pada pelaksanaannya, peran peneliti dilakukan terlebih dahulu sebelum peran perencanaan, karena temuan dari proses penelitian akan menjadi dasar dalam merumuskan perencanaan pembangunan yang sesuai. Peran perencana yang melekat pada pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota meliputi empat hal, yaitu perencana sistem pembiayaan, perencana pengembangan kawasan, perencana pembangunan dan peningkatan kualitas perumahan swadaya, serta perencana pembangunan dan pengembangan perumahan formal.
Peran perencana yang tumpang tindih. Dalam konteks perencanaan pembangunan perumahan di Indonesia, terlihat adanya peran yang tumpang tindih pada pemerintah pusat. Hal ini nampak dari peran perencana yang dilaksanakan oleh berbagai kementerian/lembaga, antara lain Kementerian PUPR, Kemensos, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, Kemendagri, dan Perum Perumnas. Peranan perencanaan pembangunan perumahan yang dilaksanakan oleh keenam kementerian/lembaga tersebut tumpang tindih dengan perencanaan yang disusun oleh Kementerian PUPR. Selain itu, tidak ada diversifikasi peranan perencanaan pembangunan antar kementerian/lembaga pemerintah pusat. Koordinasi telah dilakukan oleh Kementerian PUPR, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), dan Bappenas, namun koordinasi yang baik antar kementerian/lembaga belum tercapai. Selain itu, ego sektoral dari masing-masing kelembagaan di tataran pemerintah pusat pun belum membaik di setiap generasi perumahan.
Penyusunan dokumen perencanaan. Pada prakteknya, perencanaan pembangunan perumahan di Indonesia dilakukan dengan menyusun dokumen perencanaan, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR. Sementara itu pada level pemerintah daerah, proses perencanaan ini dilakukan dengan menggunakan RPJP Provinsi/Kabupaten/Kota, RPJM Provinsi/Kabupaten/Kota, Renstra SKPD Perumahan Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP) Provinsi/Kabupaten/Kota.
RP3KP pada dasarnya merupakan instrumen operasional dalam usaha mewujudkan kebijakan dan strategi perumahan dan permukiman. Dokumen ini juga menjadi bagian integral dengan rencana pembangunan dan pengembangan provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini dikarenakan pembangunan perumahan belum dapat berdiri sendiri dan perlu didukung oleh pemangku kepentingan lainnya. RP3KP menjadi skenario koordinasi dan keterpaduan lintas sektor yang terkait dengan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman di daerah. Pada tingkat kabupaten/kota, RP3KP merupakan acuan untuk mengatur penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman secara teratur, terencana, dan terorganisir. Sementara pada pemerintah provinsi, RP3KP merupakan usaha dalam mengatur dan mengkoordinasikan pembangunan perumahan serta permukiman yang menyangkut wilayah kabupaten/kota di bawahnya.
Tugas penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan SKPD teknis yang terkait dengan bidang perumahan. Akan tetapi sejalan dengan upaya perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), peran perencana pembangunan perumahan dan kawasan permukiman tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah saja. Peran ini juga melibatkan masyarakat secara aktif, dengan adanya konsultasi publik melalui berbagai media. Oleh karena itu, RP3KP menjadi cermin dari aspirasi dan tuntutan masyarakat terhadap perumahan yang mampu memberikan akses kemudahan layanan yang sama bagi kepentingan masyarakat dalam menghuni perumahan dan permukiman layak huni.
Perencanaan berbasis penelitian. Orientasi dalam penelitian dan perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia saat ini mengarah pada pendekatan yang bersifat evidence-based policy (Blomkamp et al., 2017; Pellini & Petersen, 2015; Sumarto, S., 2016). Sebagai bagian dari proses kebijakan, evidence-based policy merupakan kebijakan yang berbasis pada dukungan bukti riset dan didasari percobaan dalam awal pelaksanaannya, yang kemudian akan dikembangkan kembali pada level yang lebih besar (Pawson, 2006; Plewis, 2000). Penerapan evidence-based policy kemudian bertumbuh menjadi analisa riset yang lebih luas dengan melibatkan gambaran yang lebih kompleks (Saltelli & Giampietro, 2017).
Untuk menerapkan model evidence-based policy, maka dibutuhkan penguatan peran penelitian dan pengembangan pada seluruh elemen eksekutif. Pada hal inilah peran setiap satuan lembaga eksekutif pusat (kementerian) dan eksekutif daerah (SKPD) sangat diperlukan sebagai pihak yang menyusun dasar dari kebijakan tersebut. Evidence-based policy membutuhkan penelitian dengan basis data yang akurat, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Davies, 2004; Saltelli & Giampietro, 2017; Seldadyo, 2011). Oleh karena itu, setiap satuan kerja harus memiliki kapasitas penelitian yang mumpuni dan proses yang efisien.
Gambar. Perencanaan Berbasis pada Penelitian
(Sumber: Analisis, 2020)
Inovasi pembagian peran pemerintah. Perencanaan perumahan harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek globalisasi, desentralisasi, demokrasi, dan sistem pemerintahan sehingga terjadi proses co-guiding, co-steering, dan co-managing (Soesilowati, 2007: 106). Harus ada inovasi pembagian peran dalam perencanaan pembangunan perumahan di Indonesia agar pelaksanaannya menjadi lebih efektif. Pemerintah pusat seharusnya berfokus pada perannya dalam memberikan arahan kebijakan nasional secara umum. Adapun peran penelitian dan perencanaan secara lebih spesifik seperti pendataan dan analisis permintaan dan pasokan perumahan daerah, ketersediaan tanah, zonasi, dan sebagainya bukan merupakan wewenang pemerintah pusat, melainkan pemerintah provinsi.
Pemerintah provinsi bertanggung jawab untuk merincikan dan mengembangkan arahan kebijakan dari pemerintah pusat agar dapat tepat sasaran diimplementasikan di daerahnya. Cakupan perencanaan oleh pemerintah provinsi meliputi proses pendataan, pengkajian atau penelitian, hingga perumusan produk hukum. Selain itu, pemerintah provinsi juga bertanggung jawab membimbing pemerintah kota/kabupatan dalam proses penyusunan dokumen kebijakan di tingkat kota/kabupaten.