Provinsi Sulawesi Tengah dan sekitarnya menjadi salah satu daerah yang berpotensi memiliki tingkat kegempaan yang cukup tinggi di Indonesia, sebab wilayah tersebut berkaitan erat dengan aktivitas sesar aktif. Wilayah Kota Palu merupakan wilayah yang memiliki potensi kegempaan yang tergolong tinggi akibat keberadaan Sesar Palu Koro (Walpersdorf dkk., 1998). Pada tahun 2018 silam, terjadi bencana gempa bumi sebesar M7.5 dengan kedalaman 12 km yang mengguncang wilayah Donggala-Palu hingga menyebabkan terjadinya tsunami dilepas pantai dengan ketinggian mencapai 15 meter. Bencana ini juga secara geografis menyebabkan perubahan garis pantai di kawasan Donggala yang memiliki topografi kawasan pesisir.

Dampak yang dirasakan oleh masyarakat Donggala tidak hanya secara fisik dan material, namun juga terjadinya perubahan pola perekonomian masyarakat, karena sebagian besar menggantungkan kehidupannya pada laut sebagai nelayan. Pandemi Covid-19 juga turut menghambat produktivitas masyarakat yang membuat pendapatan para nelayan menurun. Pemerintah melakukan upaya untuk menanggulangi terhentinya perputaran roda ekonomi masyarakat di sektor perikanan dan kelautan ini melalui program pemberian alat pancing kepada para nelayan. Namun sayangnya, program ini masih belum efektif untuk meningkatkan jumlah tangkapan ikan bagi para nelayan, sehingga belum berdampak signifikan pada pendapatan masyarakat.

 

Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2023

Upaya pemulihan penghidupan masyarakat juga datang dari pihak lain. Penelitian dilakukan untuk mencari alternatif dalam mempertahankan keberlanjutan livelihood masyarakat Donggala pasca bencana termasuk mengembalikan roda perekonomian dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Penelitian ini menggunakan beberapa metode pengamatan dan pendampingan, diskusi terfokus dengan para nelayan maupun perangkat masyarakat, hingga melakukan survei Income Generating Activity (IGA). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada alternatif teknik penangkapan ikan yang dapat dilakukan, yaitu dengan menggunakan “rompong” atau “rumpon”. Rompong merupakan alat bantu pengumpul ikan yang memiliki berbagai bentuk dan jenis pengikat atau atraktor untuk memikat para ikan agar berkumpul. Menurut Permen KP No: 59/PERMEN-KP-2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan & Alat Penangkapan Ikan di WPPNRI, rompong dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional penangkapan ikan, di mana dapat dibuat dari berbagai bahan seperti ban, kayu, maupun bambu yang kemudian diletakkan di laut.

Hasil survei IGA menyebutkan bahwa keberadaan rompong berpengaruh secara signifikan pada peningkatan pendapatan para nelayan di Loli Tasiburi dan Loli Dondo dengan persentase mencapai 54%. Selain mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan, peningkatan pendapatan para nelayan juga membentuk karakter dalam mengurangi ketergantungan terhadap hutang. Adanya rompong juga dinilai menghemat biaya operasional para nelayan. Sebelumnya, kegiatan penangkapan ikan membutuhkan 3-5 liter bahan bakar setiap harinya, sedangkan kini hanya membutuhkan sekitar 1-3 liter saja. Dalam sudut pandang kelestarian lingkungan, keberadaan rompong dinilai dapat mendukung keberlanjutan ekosistem laut dengan menciptakan lingkungan baru di dasar laut yang menyerupai karang alami, sehingga memberikan rasa aman kepada binatang laut dan memberikan ruang untuk berlindung para ikan dari predator dan sarana berkembang biak.

Setelah menelisik lebih jauh, peranan rompong rupanya memberikan ketertarikan tersendiri secara psikososial para nelayan dengan mengembalikan kepercayaan diri dalam pemulihan perekonomian pasca bencana alam dan pandemi. Keberadaan rompong secara tidak langsung meningkatkan tradisi gotong-royong dan kemandirian sebagai kearifan lokal masyarakat, dimulai dari membangun rasa senasib-sepenanggungan, perencanaan, pengerjaan, hingga perawatan yang dikelola bersama-sama.

Intervensi rompong sebagai upaya pemulihan perekonomian masyarakat utamanya di Loli Tasiburi dan Loli Dondo, sangat berperan penting dan berdampak positif sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, serta mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Rompong menjadi salah satu rekomendasi alternatif penghidupan masyarakat terdampak dengan memanfaatkan kekayaan alam dari kondisi geografisnya. Keberhasilan inovasi pendukung ekosistem laut dari rompong perlu dikaji secara lebih laut untuk keberlangsungan hidup binatang laut dan lingkungan untuk dikembangkan di wilayah lainnya.  (SA)

 

Referensi

Priadi, R., Wijaya, A., Pasaribu, M. A., & Yulinda, R. (2019). Analysis of the Donggala-Palu Tsunami Characteristics based on Rupture Duration (Tdur) and Active Fault Orientation using the HC-plot Method. Jurnal Geofisika, 17(1), 16-20.

Paulik, R., Gusman, A., Williams, J. H., Pratama, G. M., Lin, S. L., Prawirabhakti, A., … & Suwarni, N. W. I. (2019). Tsunami hazard and built environment damage observations from Palu City after the September 28 2018 Sulawesi earthquake and tsunami. Pure and Applied Geophysics, 176, 3305-3321.